TUGAS SOFTSKILS
Nama :
Sugerman
Kelas :
2 EB 22
NPM :
27212174
HUKUM
PERIKATAN
·
Pengertian
Hukum perikatan :
Perikatan dalam
bahasa Belanda disebut“ver bintenis ”. Istilah perikatan ini lebih umum
dipakai dalam literatur hukum di Indonesia. Perikatan dalam hal ini
berarti; hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang lain. Hal yang
mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan, misalnya jual beli
barang. Dapat berupa peristiwa, misalnya lahirnya seorang bayi, meninggalnya
seorang. Dapat berupa keadaan, misalnya; letak pekarangan yang berdekatan,
letak rumah yang bergandengan atau letak rumah yang bersusun (rusun). Karena
hal yang mengikat itu selalu ada dalam kehidupan bermasyarakat, maka oleh
pembentuk undang-undang atau oleh masyarakat sendiri diakui dan diberi ‘akibat
hukum’. Dengan demikian, perikatan yang terjadi antara orang yang satu dengan
yang lain itu disebut hubungan hukum.
Jika dirumuskan,
perikatan adalah adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan
antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan
pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini
merupakan suatu akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa
hukum lain yang menimbulkan perikatan. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa
perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan (law of property),
juga terdapat dalam bidang hukum keluarga (family law), dalam bidang hukum
waris (law of succession) serta dalam bidang hukum pribadi (personal
law).
·
Dasar
hukum perikatan
Dasar hukum perikatan berdasarkan KUH Perdata terdapat
tiga sumber yaitu :
1. Perikatan yang timbul dari persetujuan.
2.
Perikatan yang timbul dari undang – undang
3.
Perikatan terjadi bukan perjanjian
Dalam
berbagai kepustakaan hukum Indonesia memakai bermacam-
macam
istilah untuk menterjemahkan verbintenis danovereenkomst, yaitu :
·
Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Subekti dan Tjiptosudibio menggunakan
istilah perikatan untuk verbintenis dan persetujuan untuk overeenkomst.
·
Utrecht dalam bukunya Pengantar Dalam
Hukum Indonesia memakaiistilah Perutangan untukverbintenis dan
perjanjian untukovereenkomst.
·
Achmad Ichsan dalam bukunya Hukum Perdata IB, menterjemahkan verbintenis dengan
perjanjian dan overeenkomst dengan persetujuan.
Berdasarkan
uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa dalam bahasa Indonesia dikenal tiga
istilah terjemahan bagi ”verbintenis” yaitu :
·
Perikatan
·
Perutangan
·
Perjanjian
Sedangkan
untuk istilah ”overeenkomst” dikenal dengan istilah
terjemahan
dalam bahasa Indonesia yaitu :
perjanjian dan persetujuan. Untuk menentukan istilah
apa yang paling tepat untuk digunakan dalam mengartikan istilah perikatan, maka
perlu kiranya mengetahui makna nya. terdalam arti istilah
masing-masing.Verbintenis berasal dari kata kerja verbinden yang artinya
mengikat. Jadi dalam hal ini istilah verbintenis menunjuk kepada adanya
”ikatan” atau ”hubungan”. maka hal ini dapat dikatakan sesuai dengan
definisiverbintenis sebagai suatu hubungan hukum. Atas pertimbangan tersebut di
atas maka istilah verbintenis lebih tepat diartikan sebagai istilah perikatan.
sedangkan untuk istilah overeenkomst berasal dari dari kata kerja overeenkomen
yang artinya ”setuju” atau ”sepakat”. Jadiovereenkomst mengandung kata sepakat
sesuai dengan asas konsensualisme yang dianut oleh BW. Oleh karena itu istilah
terjemahannya pun harus dapat mencerminkan asas kata sepakat tersebut.
Berdasarkan uraian di atas maka istilahovereenkomst lebih tepat digunakan untuk
mengartikan istilah persetujuan.
·
Asas-asas
dalam hukum perikatan
Asas-asas dalam hukum
perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata, yakni menganut azas kebebasan
berkontrak dan azas konsensualisme.
Asas Kebebasan
Berkontrak Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata
yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah bagi
para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.
Asas konsensualisme
Asas konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat tercapainya
kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok dan tidak memerlukan
sesuatu formalitas. Dengan demikian, azas konsensualisme lazim disimpulkan
dalam Pasal 1320 KUHP Perdata.
Untuk
sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat adalah :
a.
Kata Sepakat antara Para Pihak yang Mengikatkan Diri
Kata sepakat antara para pihak yang mengikatkan diri, yakni para pihak yang
mengadakan perjanjian harus saling setuju dan seia sekata dalam hal yang pokok
dari perjanjian yang akan diadakan tersebut.
b.
Cakap untuk Membuat Suatu Perjanjian Cakap untuk
membuat suatu perjanjian, artinya bahwa para pihak harus cakap menurut hukum,
yaitu telah dewasa (berusia 21 tahun) dan tidak di bawah pengampuan.
c.
Mengenai Suatu Hal Tertentu Mengenai suatu hal
tertentu, artinya apa yang akan diperjanjikan harus jelas dan terinci (jenis,
jumlah, dan harga) atau keterangan terhadap objek, diketahui hak dan kewajiban
tiap-tiap pihak, sehingga tidak akan terjadi suatu perselisihan antara para
pihak.
d.
Suatu sebab yang Halal Suatu sebab yang halal, artinya
isi perjanjian itu harus mempunyai tujuan (causa) yang diperbolehkan oleh
undang-undang, kesusilaan, atau ketertiban umum.
·
Hapusnya hukum
perikatan
HAPUSNYA PERIKATAN pasal 1381:
a)
Pembayaran
b)
Penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan
atau penitipan
c)
Pembaharuan utang
d)
Perjumpaan utang atau kompensasi
e)
Percampuran utang
f)
Pembebasan utang
g)
Musnahnya barang yang terutang
h)
Kebatalan atau pembatalan
i)
Berlakunya suatu syarat batal
j)
Lewatnya waktu.
HUKUM
PERJANJIAN
·
Standar
Kontrak
Istilah
perjanjian baku berasal dari terjemahan dari bahasa Inggris, yaitu standard
contract. Standar kontrak merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan
dituangkan dalam bentuk formulir. Kontrak ini telah ditentukan secara sepihak
oleh salah satu pihak, terutama pihak ekonomi kuat terhadap ekonomi lemah.
Kontrak baku menurut Munir Fuadi adalah : Suatu kontrak tertulis yang dibuat
oleh hanya salah satu pihak dalam kontrak tersebut, bahkan seringkali tersebut
sudah tercetak (boilerplate) dalam bentuk-bentuk formulir tertentu oleh salah
satu pihak, yang dalam hal ini ketika kontrak tersebut ditandatangani umumnya
para pihak hanya mengisikan data-data informatif tertentu saja dengan sedikit
atau tanpa perubahan dalam klausul-klausulnya dimana para pihak lain dalam
kontrak tersebut tidak mempunyai kesempatan atau hanya sedikit kesempatan untuk
menegosiasi atau mengubah klausul-kalusul yang sudah dibuat oleh salah satu
pihak tersebut, sehingga biasanya kontrak baku sangat berat sebelah. Sedangkan
menurut Pareto, suatu transaksi atau aturan adalah sah jika membuat keadaan
seseorang menjadi lebih baik dengan tidak seorangpun dibuat menjadi lebih
buruk, sedangkan menurut ukuran Kaldor-Hicks, suatu transaksi atau aturan sah
itu adalah efisien jika memberikan akibat bagi suatu keuntungan sosial.
Maksudnya adalah membuat keadan seseorang menjadi lebih baik atau mengganti
kerugian dalam keadaan yang memeprburuk.
Menurut
Treitel, “freedom of contract” digunakan untuk merujuk kepada dua asas umum
(general principle). Asas umum yang pertama mengemukakan bahwa “hukum tidak
membatasi syarat-syarat yang boleh diperjanjikan oleh para pihak: asas tersebut
tidak membebaskan berlakunya syarat-syarat suatu perjanjian hanya karena
syarat-syarat perjanjian tersebut kejam atau tidak adil bagi satu pihak. Jadi
ruang lingkup asas kebebasan berkontrak meliputi kebebasan para pihak untuk
menentukan sendiri isi perjanjian yang ingin mereka buat, dan yang kedua bahwa
pada umumnya seseorang menurut hukum tidak dapat dipaksa untuk memasuki suatu
perjnjian. Intinya adalah bahwa kebebasan berkontrak meliputi kebebasan bagi
para pihak untuk menentukan dengan siapa dia ingin atau tidak ingin membuat
perjanjian. Tanpa sepakat dari salah satu pihak yang membuat perjanjian, maka
perjanjian yang dibuat tidak sah. Orang tidak dapat dipaksa untuk memberikan
sepakatnya. Sepakat yang diberikan dengan dipaksa adalah contradictio in
terminis. Adanya paksaan menunjukkan tidak adanya sepakat. Yang mungkin
dilakukan oleh pihak lain adalah untuk memberikan pihak kepadanya, yaitu untuk
setuju mengikatkan diri pada perjanjian yang dimaksud atau menolak mengikatkan
diri pada perjanjian yang dimaksud. Dengan akibat transasksi yang diinginkan
tidak dapat dilangsungkan. Inilah yang terjadi dengan berlakunya perjanjian baku
di dunia bisnis pada saat ini.
Namun kebebasan berkontrak diatas tidak dapat berlaku mutlak tanpa batas. Artinya kebebasan berkontrak tidak tak terbatas.
Namun kebebasan berkontrak diatas tidak dapat berlaku mutlak tanpa batas. Artinya kebebasan berkontrak tidak tak terbatas.
·
Macam-Macam
Perjanjian
Syarat
sahnya perjanjian: pelaku perjanjian sudah dewasa / cakap dan terjadi
kesepakatan. Dewasa menurut hukum perjanjian adalah berumur 21 tahun atau sudah
menikah. Dewasa secara hukum berarti berumur 19 tahun (laki-laki) atau 16 tahun
(wanita).
Yang
dimaksud dengan seseorang yang berada di bawah pengampunya adalah orang-oranga
yang lemah ingatan (idiot, gila, fisil, difisil). Idiot adalah mampu mengurus
sendiri tapi tidak bisa berpikir secara orang kebanyakan. Fisil artinya mampu
mengurus diri sendiri sebatas hal-hal tertentu. Difisil artinya tergantung pada
orang lain.
Bersifat
fakultatif artinya merupakan hak apriori, boleh dilaksanakan dan boleh tidak
dilaksanakan.
Hak menguasai ada 2:
1)
Hak milik, adalah hak yang tertinggi.
Hak eigendom. Ia memiliki dan menguasai yang dimilikinya.
2)
Hak menguasai atau hak pesit atau hak
tidak sempurna. Ia hanya dapat menguasai, tapi tidak memiliki.
Bagian-bagian perjanjian:
1)
Esensialia (harus ada): (missal untuk
jual beli tanah) siapa penjual, hubungan penjual dengan yang dijual, siapa
pembelinya, tanahnya luasnya berapa, lokasi, batas, ada harganya.
2)
Naturalia (harus ada): hl-hal yang
mengatur perjanjian seperti cara pembayaran (cash/angsur), cara penyerahan
(cash/tidak cash)….. hal ini penting karena menyangkut tanggung jawab
3)
Accidentalia (tidfak harus ada)
·
Syarat
Sah Perjanjian
PERJANJIAN merupakan
suatu “perbuatan”, yaitu perbuatan hukum, perbuatan yang
mempunyai akibat hukum. Perjanjian juga bisa dibilang sebagai perbuatan
untuk memperoleh seperangkat hak dan kewajiban, yaitu
akibat-akibat hukum yang merupakan konsekwensinya. Perbuatan hukum dalam
perjanjian merupakan perbuatan-perbuatan untuk melaksanakan sesuatu, yaitu
memperoleh seperangkat hak dan kewajiban yang disebut prestasi. Prestasi
itu meliputi perbuatan-perbuatan:
Menyerahkan sesuatu,
misalnya melakukan pembayaran harga barang dalam perjanjian jual beli barang.
Melakukan sesuatu,
misalnya menyelesaikan pembangunan jembatan dalam perjanjian pemborongan
pekerjaan.
Tidak melakukan
sesuatu, misalnya tidak bekerja di tempat
lain selain perusahaan tempatnya bekerja dalam perjanjian kerja.
Perjanjian
melibatkan sedikitnya dua pihak yang saling memberikan kesepakatan
mereka. Para pihak ini berdiri berhadap-hadapan dalam kutub-kutub hak
dan kewajiban. Pihak yang berkewajiban memenuhi
isi perjanjian disebut debitur, sedangkan pihak lain yang berhak atas
pemenuhan kewajiban itu disebutkreditur. Dalam perjanjian jual beli mobil,
sebagai penjual Gareng berhak memperoleh pembayaran uang harga mobil, dan
disisi lain ia juga berkewajiban untuk menyerahkan mobilnya kepada Petruk.
Sebaliknya, sebagai pembeli Petruk wajib membayar lunas harga mobil itu dan ia
sekaligus berhak memperoleh mobilnya.
Selain orang-perorangan (manusia
secara biologis), para pihak dalam perjanjian bisa juga terdiri dari badan
hukum. Perseroan Terbatas (PT) merupakan badan hukum yang dapat menjadi salah
satu pihak – atau keduanya – dalam perjanjin. Kedua-duanya merupakan subyek
hukum, yaitu pihak-pihak yang dapat melakukan perbuatan hukum, pihak-pihak yang
mengemban hak dan kewajiban. Suatu badan hukum segala perbuatan hukumnya akan
mengikat badan hukum itu sebagai sebuah entitas legal (legal entity). Meskipun
perbuatan badan hukum itu diwakili pemimpinnya – misalnya Direktur dalam
Perseroan Terbatas – namun perbuatan itu tidak mengikat pemimpin badan hukum
itu secara perorangan, melainkan mewakili perusahaan sebagai legal entity.
Saat Lahirnya Perjanjian
Perikatan,
lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang. Semua persetujuan
yang dibuat sesuai dengan undang-undang berlaku sebagai undang-undang bagi mereka
yang membuatnya. Persetujuan itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan
kesepakatan kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang ditentukan oleh
undang-undang. Persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik yaitu
keinginan subyek hukum untuk berbuat sesuatu, kemudian mereka mengadakan
negosiasi dengan pihak lain, dan sudah barang tentu keinginan itu sesuatu yang
baik. Itikad baik yang sudah mendapat kesepakatan terdapat dalam isi perjanjian
untuk ditaati oleh kedua belah pihak sebagai suatu peraturan bersama. Isi
perjanjian ini disebut prestasi yang berupa penyerahan suatu barang, melakukan
suatu perbuatan, dan tidak melakukan suatu perbuatan.
Supaya terjadi persetujuan yang sah, perlu dipenuhi 4 syarat:
1)
Kesepakatan mereka yang mengikatkan diri.
2)
Kecakapan untuk membuat suatu
perikatan.
3)
Suatu pokok persoalan tertentu.
4)
Suatu sebab yang tidak terlarang.
Dua
syarat pertama disebut juga dengan syarat subyektif, sedangkan syarat
ketiga dan keempat disebut syarat obyektif. Dalam hal tidak terpenuhinya
unsur pertama (kesepakatan) dan unsur kedua (kecakapan) maka kontrak tersebut
dapat dibatalkan. Sedangkan apabila tidak terpenuhinya unsur ketiga (suatu hal
tertentu) dan unsur keempat (suatu sebab yang halal) maka kontrak tersebut
adalah batal demi hukum.
Suatu
persetujuan tidak hanya mengikat apa yang dengan tegas ditentukan di dalamnya
melainkan juga segala sesuatu yang menurut sifatnya persetujuan dituntut
berdasarkan keadilan, kebiasaan atau undang-undang. Syarat-syarat yang selalu
diperjanjikan menurut kebiasaan, harus dianggap telah termasuk dalam suatu
persetujuan, walaupun tidak dengan tegas dimasukkan di dalamnya.
·
Pembatalan
dan pelaksanaan perjanjian
Pembatalan
Apabila suatu syarat obyektif tidak terpenuhi, maka perjanjiannya
adalah batal demi hukum . Dalam hal demikian, secara yuridis dari
semula tidak ada suatu perjanjian dan tidak
pula suatu perikatan antara orang-orang yang bermaksud
membuat perjanjian itu. Persetujuan kedua belah pihak yang merupakan
kesepakatan itu, harus diberikan secara bebas.
Dalam hukum perjanjian ada tiga sebab yang membuat perizinan
tidak bebas, yaitu : paksaan, kekhilafan dan penipuan. Yang dimaksud
dengan paksaan, adalah paksaan rohani atau paksaan jiwa, jadi bukan paksaan
badan. Kekhilafan atau kekeliruan terjadi, apabila salah satu pihak khilaf
tentang hal-hal yang pokok dari apa yang diperjanjikan atau tentang sifat-sifat
yang penting dari barang yang menjadi obyek perjanjian, ataupun mengenai
orang dengan siapa diadakan perjanjian itu. Penipuan terjadi, apabila
satu pihak dengan sengaja memberikan keterangan-keterangan yang palsu atau
tidak benar disertai dengan tipu muslihat untuk membujuk pihak lawannya
memberikan perizinannya. Ada dua cara untuk
memintapembatalan perjanjian itu. Pertama pihak yang berkepentingan
secara aktif sebagai penggugat meminta kepada hakim
supaya perjanjian itu dibatalkan. Cara kedua, menunggu sampai ia
digugat di depan hakim untuk memenuhi perjanjian tersebut.
Pelaksanaan
Menilik macamnya hal yang dijanjikan untuk dilaksanakan, perjanjianperjanjian
itu dibagi dalam tiga macam, yaitu
1)
Perjanjian untuk memberikan /
menyerahkan suatu barang
2)
Perjanjian untuk berbuat sesuatu
3)
Perjanjian untuk tidak berbuat
sesuatu Contoh perjanjian yang pertama adalah : jual-beli,
tukar-menukar, penghibahan, sewa-menyewa.
Contoh perjanjian yang
kedua adalah : perjanjian untuk
membuat suatu lukisan, perjanjian perubahan,perjanjian untuk
membuat sebuah garasi.
Contoh perjanjian yang
ketiga adalah : perjanjian untuk tidak
mendirikan
tembok, perjanjian untuk tidak
mendirikan suatu perusahaan
yang sejenis dengan kepunyaan seorang lain. Pedoman-pedoman lain yang penting
dalam menafsirkan suatu perjanjian adalah :
1)
Jika
kata-kata suatu perjanjian dapat diberikan berbagai macam
penafsiran, maka haruslah diselidiki maksud kedua belah pihak yang
membuat perjanjian itu, daripada memegang teguh arti kata-kata
menurut huruf.
2)
Jika sesuatu janji berisikan dua
macam pengertian, maka harus dipilih pengertian yang sedemikian rupa yang
memungkinkan janji itu dilaksanakan, daripada memberikan pengertian yang tidak
memungkinkan suatupelaksanaan.
3)
Jika kata-kata dapat memberikan dua
macam pengertian, maka harus dipilih pengertian yang paling selaras dengan
sifat perjanjian.
4)
Apa yang meragu-ragukan harus
ditafsirkan menurut apa yang menjadi kebiasaan di negeri atau di tempat di
manaperjanjian diadakan
5)
Semua janji harus diartikan dalam
hubungan satu sama lain ; tiap janji harus ditafsirkan dalam
rangka perjanjianseluruhnya yang telah mengikatkan dirinya untuk itu.
HUKUM
DAGANG
·
Hubungan
hukum perdata dengan hukum dagang
Hubungan Hukum Dagang dan Hukum Perdata
Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat. Berikut beberapa pengartian dari Hukum Perdata:
Hukum Perdata adalah ketentuan yang mengatur hak-hak dan kepentingan antara individu-individu dalam masyarakat. Berikut beberapa pengartian dari Hukum Perdata:
Hukum
Perdata adalah rangkaian peraturan-peraturan hukum
yang mengatur hubungan hukum antara orang yang satu dengan orang yang lain
dengan menitik beratkan pada kepentingan perseorangan
Hukum Perdata adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur dan membatasi tingkah laku manusia dalam memenuhi kepentingannya.
Hukum Perdata adalah ketentuan dan peraturan yang mengatur dan membatasi kehidupan manusia atau seseorang dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan atau kepentingan hidupnya.
Hukum dagang ialah hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut melakukan perdagangan untuk memperoleh keuntungan . atau hukum yang mengatur hubungan hukum antara manusia dan badan-badan hukum satu sama lainnya dalam lapangan perdagangan . Sistem hukum dagang menurut arti luas dibagi 2 : tertulis dan tidak tertulis tentang aturan perdagangan.
Hukum Perdata adalah ketentuan-ketentuan yang mengatur dan membatasi tingkah laku manusia dalam memenuhi kepentingannya.
Hukum Perdata adalah ketentuan dan peraturan yang mengatur dan membatasi kehidupan manusia atau seseorang dalam usaha untuk memenuhi kebutuhan atau kepentingan hidupnya.
Hukum dagang ialah hukum yang mengatur tingkah laku manusia yang turut melakukan perdagangan untuk memperoleh keuntungan . atau hukum yang mengatur hubungan hukum antara manusia dan badan-badan hukum satu sama lainnya dalam lapangan perdagangan . Sistem hukum dagang menurut arti luas dibagi 2 : tertulis dan tidak tertulis tentang aturan perdagangan.
Hukum Dagang Indonesia terutama bersumber
pada :
Hukum tertulis yang dikofifikasikan :
1)
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) atau
Wetboek van Koophandel Indonesia (W.v.K)
2) Kitab
Undang-Undang Hukum Sipil (KUHS) atau Burgerlijk Wetboek Indonesia (BW)
Hukum
tertulis yang belum dikodifikasikan, yaitu peraturan perundangan khusus yang
mengatur tentang hal-hal yang berhubungan dengan perdagangan (C.S.T. Kansil,
1985 : 7).
Sifat hukum dagang yang merupakan perjanjian yang mengikat pihak-pihak yang mengadakan perjanjian.
Pada awalnya hukum dagang berinduk pada hukum perdata. Namun, seirinbg berjalannya waktu hukum dagang mengkodifikasi(mengumpulkan) aturan-aturan hukumnya sehingga terciptalah Kitab Undang-Undang Hukum Dagang ( KUHD ) yang sekarang telah berdiri sendiri atau terpisah dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ( KUHPer ).
Antara KUHperdata dengan KUHdagang mempunyai hubungan yang erat. Hal ini dapat dilihat dari isi Pasal 1KUhdagang, yang isinya sebagai berikut: Adapun mengenai hubungan tersebut adalah special derogate legi generali artinya hukum yang khusus: KUHDagang mengesampingkan hukum yang umum: KUHperdata.
Prof. Subekti berpendapat bahwa terdapatnya KUHD disamping KUHS sekarang ini dianggap tidak pada tempatnya. Hali ini dikarenakan hukum dagang relative sama dengan hukum perdata. Selain itu “dagang” bukanlah suatu pengertian dalam hukum melainkan suatu pengertian perekonomian. Pembagian hukum sipil ke dalam KUHD hanyalah berdasarkan sejarah saja, yaitu karena dalam hukum romawi belum terkenal peraturan-peraturan seperti yang sekarang termuat dalah KUHD, sebab perdagangan antar Negara baru berkembang dalam abad pertengahan.
Sifat hukum dagang yang merupakan perjanjian yang mengikat pihak-pihak yang mengadakan perjanjian.
Pada awalnya hukum dagang berinduk pada hukum perdata. Namun, seirinbg berjalannya waktu hukum dagang mengkodifikasi(mengumpulkan) aturan-aturan hukumnya sehingga terciptalah Kitab Undang-Undang Hukum Dagang ( KUHD ) yang sekarang telah berdiri sendiri atau terpisah dari Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ( KUHPer ).
Antara KUHperdata dengan KUHdagang mempunyai hubungan yang erat. Hal ini dapat dilihat dari isi Pasal 1KUhdagang, yang isinya sebagai berikut: Adapun mengenai hubungan tersebut adalah special derogate legi generali artinya hukum yang khusus: KUHDagang mengesampingkan hukum yang umum: KUHperdata.
Prof. Subekti berpendapat bahwa terdapatnya KUHD disamping KUHS sekarang ini dianggap tidak pada tempatnya. Hali ini dikarenakan hukum dagang relative sama dengan hukum perdata. Selain itu “dagang” bukanlah suatu pengertian dalam hukum melainkan suatu pengertian perekonomian. Pembagian hukum sipil ke dalam KUHD hanyalah berdasarkan sejarah saja, yaitu karena dalam hukum romawi belum terkenal peraturan-peraturan seperti yang sekarang termuat dalah KUHD, sebab perdagangan antar Negara baru berkembang dalam abad pertengahan.
·
Berlakunya
Hukum Dagang
Perkembangan
hokum dagang sebenarnya telah di mulai sejak abad pertengahan eropa (1000/
1500) yang terjadi di Negara dan kota-kota di Eropa dan pada zaman itu di
Italia dan perancis selatan telah lahir kota-kota sebagai pusat perdagangan
(Genoa, Florence, vennetia, Marseille, Barcelona dan Negara-negara lainnya ) .
tetapi pada saat itu hokum Romawi (corpus lurus civilis ) tidak dapat
menyelsaikan perkara-perkara dalam perdagangan , maka dibuatlah hokum baru di
samping hokum Romawi yang berdiri sendiri pada abad ke-16 & ke- 17 yang
berlaku bagi golongan yang disebut hokum pedagang (koopmansrecht) khususnya
mengatur perkara di bidang perdagangan (peradilan perdagangan ) dan hokum pedagang
ini bersifat unifikasi.
Karena
bertambah pesatnya hubungan dagang maka pada abad ke-17 diadakan kodifikasi
dalam hokum dagang oleh mentri keuangan dari raja Louis XIV (1613-1715) yaitu
Corbert dengan peraturan (ORDONNANCE DU COMMERCE) 1673. Dan pada tahun 1681
disusun ORDONNANCE DE LA MARINE yang mengatur tenteng kedaulatan.
Dan pada tahun 1807 di Perancis di buat hokum dagang tersendiri dari hokum sipil yang ada yaitu (CODE DE COMMERCE ) yang tersusun dari ordonnance du commerce (1673) dan ordonnance du la marine(1838) . Pada saat itu Nederlands menginginkan adanya hokum dagang tersendiri yaitu KUHD belanda , dan pada tahun 1819 drencanakan dalam KUHD ini ada 3 kitab dan tidak mengenal peradilan khusus . lalu pada tahun 1838 akhirnya di sahkan . KUHD Belanda berdasarkan azas konkordansi KUHD belanda 1838 menjadi contoh bagi pemmbuatan KUHD di Indonesia pada tahun 1848 . dan pada akhir abad ke-19 Prof. molengraaff merancang UU kepailitan sebagai buku III di KUHD Nederlands menjadi UU yang berdiri sendiri (1893 berlaku 1896).Dan sampai sekarang KUHD Indonesia memiliki 2 kitab yaitu , tentang dagang umumnya dan tentang hak-hak dan kewajiban yang tertib dari pelayaran.
Dan pada tahun 1807 di Perancis di buat hokum dagang tersendiri dari hokum sipil yang ada yaitu (CODE DE COMMERCE ) yang tersusun dari ordonnance du commerce (1673) dan ordonnance du la marine(1838) . Pada saat itu Nederlands menginginkan adanya hokum dagang tersendiri yaitu KUHD belanda , dan pada tahun 1819 drencanakan dalam KUHD ini ada 3 kitab dan tidak mengenal peradilan khusus . lalu pada tahun 1838 akhirnya di sahkan . KUHD Belanda berdasarkan azas konkordansi KUHD belanda 1838 menjadi contoh bagi pemmbuatan KUHD di Indonesia pada tahun 1848 . dan pada akhir abad ke-19 Prof. molengraaff merancang UU kepailitan sebagai buku III di KUHD Nederlands menjadi UU yang berdiri sendiri (1893 berlaku 1896).Dan sampai sekarang KUHD Indonesia memiliki 2 kitab yaitu , tentang dagang umumnya dan tentang hak-hak dan kewajiban yang tertib dari pelayaran.
·
Hubungan
pengusaha dengan karyawan dan kewajibannya
Ketentuan- ketentuan Undang- Undang Timbulnya
perikatan dalam hal ini bukan dikarenakan karena adanya suatu persetujuan
atupun perjanjian, melainkan dikarenakan karena adanya undang- undang yang
menyatakan akibat perbuatan orang, lalu timbul perikatan. Perikatan yang timbul
karena undang- undang ini ada dua sumbernya, yaitu perbuatan orang dan undang-
undang sendiri. Perbuatan orang itu diklasifikasikanlagi menjadi dua, yaitu
perbuatan yang sesuai dengan hukum dan perbuatan yang tidak sesuai dengan hukum
(pasal 1352 dan 1353 KUHPdt). Perikatan yang timbul dari perbuatan yang sesuai
dengan hukum ada dua, yaitu wakil tanpa kuasa (zaakwarneeming) diatur dalam
pasal 1354 sampai dengan pasal 1358 KUHPdt, pembayaran tanpa hutang
(onverschuldigde betalling) diatur dalam pasal 1359 sampai dengan 1364 KUHPdt.
Sedangkan perikatan yang timbul dari perbuatan yang tidak sesuai dengan hukum
adalah perbuatan yang tidak sesuai dengan hukum adalah perbuatan melawan hukum
(onrechtmatigdaad) diatur dalam pasal 1365 sampai dengan 1380 KUHPdt. Perbuatan
melawan hukum dapat ditujukan kepada harta kekayaan orang laindan dapat
ditujukan kepada diri pribadi orang lain, perbuatan mana mengakibatkankerugian
pada orang lain. Dalam hukum anglo saxon, perbuatan melawan hukum disebut tort.
Untuk mengetahui apakah perbuatan hukum itu disebut wakil tanpa kuasa, maka
perlu dilihat unsure- unsure yang terdapat didalamnya, unsure- unsure tersebut
adalah :
1)
Perbuatan itu dilakukan dengan sukarela,
artinya atas kesadaran sendiri tanpa mengharapkan suatu apapun sebagai
imbalannya.
2) Tanpa
mendapat kuasa (perintah), artinya yang melakukan perbuatan itu bertindak atas
inisiatif sendiri tanpa ada pesan, perintah, atau kuasa dari pihak yang
berkepentingan baik lisan maupun tulisan.
3)
Mewakili urusan orang lain, artinya yang
melakukan perbuatan itu bertindak untuk kepentingan orang lain, bukan
kepentingan sendiri.
4) Dengan
atau tanpa pengetahuan orang itu, artinya orang yang berkepentingan itu tidak
mengetahui bahwa kepentingannya dikerjakan orang lain.
5)
Wajib meneruskan dan menyelesaikan urusan itu,
artinya sekali ia melakukan perbuatan untuk kepentingan orang lain itu, ia
harus mengerjakan sampai selesai, sehingga orang yang diwakili kepentingannya
itu dapat menikmati manfatnya atau dapat mengerjakan segala sesuatu yang
termasuk urusan itu.
6)
Bertindak menurut hukum, artinya dalam
melakukan perbuatan mengurus kepentingan itu, harus dilakukan berdasarkan
kewajiban menurut hukum. Atau bertindak tidak bertentangan dengan undang-
undang.
Hak
dan kewajiban pihak- pihak Karena perikatan ini timbul berdasarkan ketentuan
undang- undang, maka hak dan kewajiban tersebut dapat diperinci sebagai
tersebut di bawah ini :
1) Hak dan kewajiban yang mewakili, ia berkewajiban mengerjakan segala sesuatu yang termasuk urusan itu sampai selesai.
2) Hak dan kewajiban yang diwakili, yang diwakili atau yang berkepentingan berkewajiban memenuhi perikatan yang dibuat oleh wakil itu atas namanya, membayar ganti rugi, atau pengeluaran yang telah dipenuhi oleh pihak yang mengurus kepentingan itu.
Pembayaran Tanpa Hutang
Menurut ketentuan pasal 1359 KUHPdt, setiap pembayaran yang ditujukan untuk melunasi suatu hutang, tetapi ternyata tidak ada hutang, pembayaran yang telah dilakukan itu dapat dituntut kembali. Ketentuan ini jelas memberikan kepastian bahwa orang yang memperoleh kekayaan tanpa hak itu seharusnya bersedia mengembalikan kekayaan yang telah diserahkan kepadanya karena kekeliruan atau salah perkiraan. Dikira ada hutang tetapi sebenarnya tidak ada hutang. Pembayaran yang dilakukan itu sifatnya sukarela, melainkan karena kewajiban yang harus dipenuhi sebagaimana mestinya dalam kehidupan bermasyarakat. Tetapi kemudian ternyata bahwa perikatan yang dikira ada sebenarnya tidak ada. Dengan demikian ada kewajiban undang- undang bagi pihak yang menerima pembayaran itu yang mengembalikan pembayaran yang telah ia terima tanpa perikatan.
Perbuatan Melawan Hukum(onrechtmatige Daad)
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan perbuatan melawan hukum, kita lihat pasal 1365 KUHPdt yang berbunyi sebagai berikut :
“ Tiap perbuatan melawan hukum, yang menimbulkan kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang bersalah menimbulkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”. Dari ketentuan pasal ini dapat diketahui bahwa suatu perbuatan itu diketahui bahwa suatu perbuatan itu dikatakan melawan hukum apabila ia memenuhi empat unsure sebagai berikut :
1) Hak dan kewajiban yang mewakili, ia berkewajiban mengerjakan segala sesuatu yang termasuk urusan itu sampai selesai.
2) Hak dan kewajiban yang diwakili, yang diwakili atau yang berkepentingan berkewajiban memenuhi perikatan yang dibuat oleh wakil itu atas namanya, membayar ganti rugi, atau pengeluaran yang telah dipenuhi oleh pihak yang mengurus kepentingan itu.
Pembayaran Tanpa Hutang
Menurut ketentuan pasal 1359 KUHPdt, setiap pembayaran yang ditujukan untuk melunasi suatu hutang, tetapi ternyata tidak ada hutang, pembayaran yang telah dilakukan itu dapat dituntut kembali. Ketentuan ini jelas memberikan kepastian bahwa orang yang memperoleh kekayaan tanpa hak itu seharusnya bersedia mengembalikan kekayaan yang telah diserahkan kepadanya karena kekeliruan atau salah perkiraan. Dikira ada hutang tetapi sebenarnya tidak ada hutang. Pembayaran yang dilakukan itu sifatnya sukarela, melainkan karena kewajiban yang harus dipenuhi sebagaimana mestinya dalam kehidupan bermasyarakat. Tetapi kemudian ternyata bahwa perikatan yang dikira ada sebenarnya tidak ada. Dengan demikian ada kewajiban undang- undang bagi pihak yang menerima pembayaran itu yang mengembalikan pembayaran yang telah ia terima tanpa perikatan.
Perbuatan Melawan Hukum(onrechtmatige Daad)
Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan perbuatan melawan hukum, kita lihat pasal 1365 KUHPdt yang berbunyi sebagai berikut :
“ Tiap perbuatan melawan hukum, yang menimbulkan kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang bersalah menimbulkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”. Dari ketentuan pasal ini dapat diketahui bahwa suatu perbuatan itu diketahui bahwa suatu perbuatan itu dikatakan melawan hukum apabila ia memenuhi empat unsure sebagai berikut :
1.
Perbuatan itu harus melawan hukum
2.
Perbuatan itu harus menimbulkan kerugian
3.
Perbuatan itu harus dilakukan dengan
kesalahan
4.
Antara perbuatan dan kerugian yang timbulharus
ada hubungan kausal
Perbuatan
Melawan Hukum Terhadap Diri Pribadi
Perbuatan melawan hukum dapat ditujukan pada benda milik orang lain. Jika ditujukan pada diri pribadi orang lain. Jika ditujukan pada diri pribadi orang lain mungkin dapat menimbulkan kerugian pisik ataupun kerugian nama baik(martabat). Kerugian pisik atau jasmani misalnya luka, cedera, cacat tubuh. Perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian pisik atau jasmani banyak diatur dalam perundangan- undangan di luar KUHPdt, misalnya undang- undang perburuhan.
apabila seseorang mengalami luka atau cacat pada salah satu anggota badan dikarenakan kesengajaan atau kurang hati- hati pihak lain, undang- undang memberikan hak kepada korban untuk memperoleh penggantian biaya pengobatan, ganti kerugian atau luka atau cacat tersebut. Ganti kerugian ini dinilai menurut kedudukan dan kemampuan kedua belah pihak dan menurut keadaan. Penghinaan adalah perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan, jadi dapat dimasukkan perbuatan melawan hukum pencemaran nama baik seseorang. Lain daripada itu, yang terhina dapat menuntut supaya dalam putusan itu juga dinyatakan bahwa perbutan yang telah dilakukan itu adalah memfitnah. Dengan demikian, berlakulah ketentuan pasal 314 KUHP penuntutan perbuatan pidana memfitnah. Perkara memfitnah ini diperiksa dan diputus oleh hakim pidana(pasal 1373 KUHPdt).
Perbuatan Melawan Hukum yang Dilakukan Oleh Badan Hukum
Sering sekali orang mengatakan bahwa apakah badan hukum itu dapat melakukan kesalahan atau perbuatan melawan hukum. Alasannya , karena badan hukum tidak dapat melakukan kesalahan dan tidak dapat dipertanggungjawabkan dalam lapangan hukum pidana, seperti halnya manusia pribadi. Untuk menjawab pertanyaan- pertanyaan tersebut, lebih dahulu perlu dikemukakan berbgai teori mengenai bdan hukum ada 3 macam yaitu:
Perbuatan melawan hukum dapat ditujukan pada benda milik orang lain. Jika ditujukan pada diri pribadi orang lain. Jika ditujukan pada diri pribadi orang lain mungkin dapat menimbulkan kerugian pisik ataupun kerugian nama baik(martabat). Kerugian pisik atau jasmani misalnya luka, cedera, cacat tubuh. Perbuatan melawan hukum yang menimbulkan kerugian pisik atau jasmani banyak diatur dalam perundangan- undangan di luar KUHPdt, misalnya undang- undang perburuhan.
apabila seseorang mengalami luka atau cacat pada salah satu anggota badan dikarenakan kesengajaan atau kurang hati- hati pihak lain, undang- undang memberikan hak kepada korban untuk memperoleh penggantian biaya pengobatan, ganti kerugian atau luka atau cacat tersebut. Ganti kerugian ini dinilai menurut kedudukan dan kemampuan kedua belah pihak dan menurut keadaan. Penghinaan adalah perbuatan yang bertentangan dengan kesusilaan, jadi dapat dimasukkan perbuatan melawan hukum pencemaran nama baik seseorang. Lain daripada itu, yang terhina dapat menuntut supaya dalam putusan itu juga dinyatakan bahwa perbutan yang telah dilakukan itu adalah memfitnah. Dengan demikian, berlakulah ketentuan pasal 314 KUHP penuntutan perbuatan pidana memfitnah. Perkara memfitnah ini diperiksa dan diputus oleh hakim pidana(pasal 1373 KUHPdt).
Perbuatan Melawan Hukum yang Dilakukan Oleh Badan Hukum
Sering sekali orang mengatakan bahwa apakah badan hukum itu dapat melakukan kesalahan atau perbuatan melawan hukum. Alasannya , karena badan hukum tidak dapat melakukan kesalahan dan tidak dapat dipertanggungjawabkan dalam lapangan hukum pidana, seperti halnya manusia pribadi. Untuk menjawab pertanyaan- pertanyaan tersebut, lebih dahulu perlu dikemukakan berbgai teori mengenai bdan hukum ada 3 macam yaitu:
1.
Teori fictie(perumpamaan), menurut teori ini
badan hukum itu diperumpamakan sebagai manusia, terpisah dari manusia yang
menjadi pengurusnya. Atas dasar ini badan hukum tidak dibuat secara langsung,
melainkan melalui perbuatan orang, yaitu pengurusnya. Dengan demikian
berdasarkan teori fictie ini, badan hukum yang melakukan perbuatan hukum dapat
digugat tidak melalui pasal 1365, melainkan melalui pasal 1367 KUHPdt. Jika
mengikuti teori fictie ini kita dihadapkan pada keadaan yang bertentangan
dengan kenyataan.
2.
Teori orgaan (perlengkapan), menurut teori
ini, badan hukum itu sama dengan manusia pribadi, dapat melakukan perbuatan
hukum.
3.
Teori yurisdische realiteit, menurut teori
ini, badan hukum adalah realitas yuridis yang dibentuk dan diakui sama seperti
manusia pribadi. Badan Hukum Perdata dan Publik
Ada dua macam badan hukum dilihat dari sudut pembentukannya, yaitu badan hukum pidana dan badan hukum public. Badan hukum perdata dibentuk berdasarkan hukum perdata, sedangkan pengesahannya dilakukan pleh pemerintah. Yang disahkan itu pada umumnya adalah anggaran dasar badan hukum itu. Pengesahan dilakukan dengan pendaftaran anggaran dasar kepada pejabat yang berwenang, pengesahan tersebut diperlukan supaya badan hukum yang dibentuk itu tidak bertentangan dengan kepentingan umum, kesusilaan, dan tidak dilarang oleh undang- undang. Badan hukum perdata ini misalnya, perseroan terbatas, yayasan .koperasi. Badan Hukum public dibentuk dengan undang- undang oleh pemerintah. Badan hukum public ini merupakan badan- badan kenegaraan, misalnya Negara republic Indonesia, daerah Tiongkok I, daerah tingkat II, dan lain- lain. Badan hukum public ini dibentuk untuk menyelenggarakan pemerintahan Negara. Dalam menjalankan pemerintah Negara badan hukum public harus berdasarkan undang- undang. Jika dalam menjalankan tugasnya, badan hukum public itu melakukan perbuatan melawan hukum, ia dapat digugat berdasarkan pasal 1365 KUHPdt.
Yang perlu diperhatikan adalah bahwa badan hukum public dalam menjalankan kekuasaannya itu mungkin merugikan orang lain dengan alasan menjalankan undang- undang. Maka dalam hal ini perlu dibedakan antara kebijaksanaan dan pelanggaran undang- undang. Dalam hal ini hakim yang akan menentukan. Namun demikian, jika perbuatan yang dilakukan itu adalah kebijaksanaan penguasa(pemerintah), ini bukan lagi wewenang hakim, karena sudah masuk dalam bidang politik.
Komparasi Antara Perikatan yang timbul Karena Perjanjian dengan Perikatan yang Timbul Karena Undang- Undang
Sebagaimana telah diterangkan, suatu perikatan dapat lahir dari undang-undang atau dari perjanjian/ persetujuan. Yang dimaksud dengan perikatan yang lahir dari undang- undang saja ialah perikatan- perikatan yang timbul akibathubungan kekeluargan. Perikatan yang lahir dari undang- undang karena suatu perbuatan yang diperbolehkan adalah pertama timbul jika seseorang melakukan sesuatu. Sedangkan perikatan yang terjadi karena persetujuan atau perjanjian kedua belah pihak harus mempunyai kemauan yang bebas untuk mengikatkan diri dan kemauan itu harus dinyatakan. Pernyataan dapat dilakukan dengan tegas atau secara diam- diam. Cara yang belakangan, sangat lazim dalam kehidupan sehari- hari.
Ada dua macam badan hukum dilihat dari sudut pembentukannya, yaitu badan hukum pidana dan badan hukum public. Badan hukum perdata dibentuk berdasarkan hukum perdata, sedangkan pengesahannya dilakukan pleh pemerintah. Yang disahkan itu pada umumnya adalah anggaran dasar badan hukum itu. Pengesahan dilakukan dengan pendaftaran anggaran dasar kepada pejabat yang berwenang, pengesahan tersebut diperlukan supaya badan hukum yang dibentuk itu tidak bertentangan dengan kepentingan umum, kesusilaan, dan tidak dilarang oleh undang- undang. Badan hukum perdata ini misalnya, perseroan terbatas, yayasan .koperasi. Badan Hukum public dibentuk dengan undang- undang oleh pemerintah. Badan hukum public ini merupakan badan- badan kenegaraan, misalnya Negara republic Indonesia, daerah Tiongkok I, daerah tingkat II, dan lain- lain. Badan hukum public ini dibentuk untuk menyelenggarakan pemerintahan Negara. Dalam menjalankan pemerintah Negara badan hukum public harus berdasarkan undang- undang. Jika dalam menjalankan tugasnya, badan hukum public itu melakukan perbuatan melawan hukum, ia dapat digugat berdasarkan pasal 1365 KUHPdt.
Yang perlu diperhatikan adalah bahwa badan hukum public dalam menjalankan kekuasaannya itu mungkin merugikan orang lain dengan alasan menjalankan undang- undang. Maka dalam hal ini perlu dibedakan antara kebijaksanaan dan pelanggaran undang- undang. Dalam hal ini hakim yang akan menentukan. Namun demikian, jika perbuatan yang dilakukan itu adalah kebijaksanaan penguasa(pemerintah), ini bukan lagi wewenang hakim, karena sudah masuk dalam bidang politik.
Komparasi Antara Perikatan yang timbul Karena Perjanjian dengan Perikatan yang Timbul Karena Undang- Undang
Sebagaimana telah diterangkan, suatu perikatan dapat lahir dari undang-undang atau dari perjanjian/ persetujuan. Yang dimaksud dengan perikatan yang lahir dari undang- undang saja ialah perikatan- perikatan yang timbul akibathubungan kekeluargan. Perikatan yang lahir dari undang- undang karena suatu perbuatan yang diperbolehkan adalah pertama timbul jika seseorang melakukan sesuatu. Sedangkan perikatan yang terjadi karena persetujuan atau perjanjian kedua belah pihak harus mempunyai kemauan yang bebas untuk mengikatkan diri dan kemauan itu harus dinyatakan. Pernyataan dapat dilakukan dengan tegas atau secara diam- diam. Cara yang belakangan, sangat lazim dalam kehidupan sehari- hari.
·
Badan
usaha
1. PERSEROAN
TERBATAS
Perseroan terbatas (PT) adalah badan usaha yang modalnya
diperoleh dari hasil penjualan saham. Setiap pemengang surat saham mempunyai
hak atas perusahaan dan setiap pemegang surat saham berhak atas keuntungan
(dividen).
2. KOPERASI
organisasi bisnis yang dimiliki dan dioperasikan oleh
orang-seorang demi kepentingan bersama. Koperasi melandaskan kegiatan
berdasarkan prinsip gerakan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan.
3. YAYASAN
Yayasan adalah suatu badan usaha, tetapi tidak merupakan perusahaan karena tidak mencari keuntungan. Badan usaha ini didirikan untuk sosial dan berbadan hukum.
Yayasan adalah suatu badan usaha, tetapi tidak merupakan perusahaan karena tidak mencari keuntungan. Badan usaha ini didirikan untuk sosial dan berbadan hukum.
4. BADAN USAHA
MILIK NEGARA (BUMN)
badan usaha yang permodalannya seluruhnya atau sebagian dimiliki oleh Pemerintah. Status pegawai badan usaha-badan usaha tersebut adalah karyawan BUMN bukan pegawai negeri. BUMN sendiri sekarang ada 3 macam yaitu Perjan, Perum dan Persero.
badan usaha yang permodalannya seluruhnya atau sebagian dimiliki oleh Pemerintah. Status pegawai badan usaha-badan usaha tersebut adalah karyawan BUMN bukan pegawai negeri. BUMN sendiri sekarang ada 3 macam yaitu Perjan, Perum dan Persero.
S U M B E R
http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:94KHNmW-ntkJ:www.scribd.com/doc/53682222/Hukum-